Beberapa
kali tinggal di negeri yang jauh dari kampung halaman membuat saya
berkesimpulan pentingnya bagi kita untuk membiasakan diri kita dengan
makanan yang beda rasa dengan makanan yang biasa kita temukan di kampung
sendiri. Saya menyebutnya 'internasionalisasi' selera (makan). ^__^
Internasionalisasi seperti ini saya pikir perlu, karena tidak jarang salah satu problem mahasiswa yang seang belajar di luar negeri adalah terkait dengan masalah makanan ini. Tidak sedikit mahasiswa (terutama di masa awal) mengalami masalah serius untuk beradaptasi dengan beragam bentuk dan rasa makanan yang tentu beda jauh dengan makanan yang biasa dia konsumsi. Masalah seperti ini pada gilirannya, sedikit atau banyak, bisa mempengaruhi kelancaran studi si mahasiswa yang bersangkutan.
Saya sendiri (dulu) termasuk orang yang tidak bisa keluar dari 'rasa standar' makanan yang biasa saya konsumsi. Anda tahulah bagaimana pola dan standar rasa makanan orang Padang :-) Saya enggan untuk membiasakan lidah saya dengan rasa lain yang di luar kebiasaan lidah saya. Sebisanya saya akan mencari nasi Padang jika saya, misalnya, sedang berada di luar kota.
Namun, ketika saya mengunjungi Tasmania pertama kali (ketika mengikuti pertukaran mahasiswa pada tahun 1998), tentu tak mudah (bahkan tak mungkin) saya mencari masakan Padang di negeri yang asing itu. Maka jadilah saya termasuk peserta yang tidak begitu menikmati masa-masa (awal) pertukaran mahasiswa itu. Terutama ketika waktu makan datang.
Namun beruntung saya menikah dengan gadis yang non-Minang, karena setelah menikah lambat laun lidah saya mesti beradaptasi dengan rasa makanan yang jelas tidak persis sama dengan rasa masakan orang Padang. Ajaib, setelah sekitar tiga tahun menikah. Saya kemudian bisa berdamai dan menikmati 'apapun' jenis makanannya dan dari negeri manapun (selama itu halal, tentu). Bahkan, saya malah jadi tidak tahan pedas setelah itu.
Bisanya lidah saya untuk beradaptasi dengan berbagai jenis makanan inilah kemudian yang membuat saya tidak khawatir untuk tinggal dimanapun. Termasuk ketika saya hari ini harus menjalani hidup kembali sebagai mahasiswa di negeri Kangguru ini. InsyaAllah tidak ada masalah dengan makanan. Toh selera saya sudah 'go international' kok. :D
Salam,
Melbourne, 12/10/2011
p.s. gambar dicomot dari sini
Sumber: http://afriantodaud.multiply.com/journal/item/116?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Internasionalisasi seperti ini saya pikir perlu, karena tidak jarang salah satu problem mahasiswa yang seang belajar di luar negeri adalah terkait dengan masalah makanan ini. Tidak sedikit mahasiswa (terutama di masa awal) mengalami masalah serius untuk beradaptasi dengan beragam bentuk dan rasa makanan yang tentu beda jauh dengan makanan yang biasa dia konsumsi. Masalah seperti ini pada gilirannya, sedikit atau banyak, bisa mempengaruhi kelancaran studi si mahasiswa yang bersangkutan.
Saya sendiri (dulu) termasuk orang yang tidak bisa keluar dari 'rasa standar' makanan yang biasa saya konsumsi. Anda tahulah bagaimana pola dan standar rasa makanan orang Padang :-) Saya enggan untuk membiasakan lidah saya dengan rasa lain yang di luar kebiasaan lidah saya. Sebisanya saya akan mencari nasi Padang jika saya, misalnya, sedang berada di luar kota.
Namun, ketika saya mengunjungi Tasmania pertama kali (ketika mengikuti pertukaran mahasiswa pada tahun 1998), tentu tak mudah (bahkan tak mungkin) saya mencari masakan Padang di negeri yang asing itu. Maka jadilah saya termasuk peserta yang tidak begitu menikmati masa-masa (awal) pertukaran mahasiswa itu. Terutama ketika waktu makan datang.
Namun beruntung saya menikah dengan gadis yang non-Minang, karena setelah menikah lambat laun lidah saya mesti beradaptasi dengan rasa makanan yang jelas tidak persis sama dengan rasa masakan orang Padang. Ajaib, setelah sekitar tiga tahun menikah. Saya kemudian bisa berdamai dan menikmati 'apapun' jenis makanannya dan dari negeri manapun (selama itu halal, tentu). Bahkan, saya malah jadi tidak tahan pedas setelah itu.
Bisanya lidah saya untuk beradaptasi dengan berbagai jenis makanan inilah kemudian yang membuat saya tidak khawatir untuk tinggal dimanapun. Termasuk ketika saya hari ini harus menjalani hidup kembali sebagai mahasiswa di negeri Kangguru ini. InsyaAllah tidak ada masalah dengan makanan. Toh selera saya sudah 'go international' kok. :D
Salam,
Melbourne, 12/10/2011
p.s. gambar dicomot dari sini
Sumber: http://afriantodaud.multiply.com/journal/item/116?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Komentar
Posting Komentar