Siapa tak merinding mendengar kata AIDS –
menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi human immunodeficiency
virus HIV yang memicu munculnya beragam penyakit? Menurut data World
Health Organization (WHO), sekitar 2-juta penduduk dunia meninggal
akibat AIDS sepanjang 2008. Jumlah itu mungkin turun jika para pengidap
AIDS mengenal propolis.
Propolis memang belum dibuktikan secara
klinis bisa mengatasi HIV. Namun, berdasar riset in vitro – di
laboratorium – yang dilakukan para peneliti dari University of
Minnesota, Minneapolis, Amerika Serikat, propolis berpotensi
meningkatkan kekebalan tubuh para penderita HIV/AIDS. Tim peneliti
menduga zat antiviral yang terkandung dalam propolis menghambat masuknya
virus ke dalam CD4+ limfosit.
Propolis dosis 66,6 ?g/ml dalam kultur
sel CD4+ – sel T dalam sistem kekebalan yang memiliki reseptor CD4 mampu
menghambat ekspresi virus HIV maksimal 85%. Lazimnya pada penderita
HIV/AIDS, virus mematikan itu menginfeksi sel bereseptor CD4 dan
merusaknya. Makanya, jumlah sel ber-CD4 pada penderita HIV/AIDS turun
jauh di bawah angka normal. Pada orang sehat, jumlahnya sekitar 500 –
1.500/mm3 darah.
Ampuh Lawan Penyakit Berat
Berdasarkan riset di luar maupun dalam
negeri, propolis memang terbukti ampuh melawan beberapa penyakit berat.
Dr dr Eko Budi Koendhori Mkes, dari Departemen Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR), misalnya, membuktikan lem
lebah itu membantu menekan kerusakan jaringan paru pada mencit yang
diinfeksi Mycobacterium tuberculosis – bakteri penyebab penyakit
tuberculosis (TBC).
Dari 100 mencit yang diinfeksi M.
tuberculosis, tikus yang diberi kombinasi Isoniasid – obat
antituberculosis – 25 mg/kg bobot badan dan propolis menunjukkan
peningkatan kadar interferon γ . Interferon γ berperan mengaktifkan sel
makrofag yang membunuh bakteri TBC. Mencit yang hanya diberi Isoniasid
mengalami peningkatan kerusakan paru dari minggu ke-5 hingga ke-12.
Sementara kondisi paru mencit yang diberi Isoniasid dan propolis dosis
800 mg pada minggu ke-12 sama seperti pada minggu ke-5.
Propolis berperan meningkatkan kekebalan
penderita sehingga kerusakan jaringan dapat ditekan. Obat standar
bekerja secara langsung menyerang bakteri TBC. Nah, kombinasi obat dan
propolis mematikan bakteri TBC sekaligus mengurangi kerusakan paru-paru
akibat serangan bakteri. ‘Propolis sangat bagus untuk meningkatkan
sistem imun. Selain itu saya duga memiliki kemampuan antikanker,’ tutur
Eko.
Propolis Hambat Sel Kanker
Dugaan Eko tidak meleset. Berdasar riset
yang dilakukan di laboratorium Pengujian dan Penelitian Terpadu (LPT)
UGM, produk propolis yang diteliti dapat menghambat sel kanker HeLa (sel
kanker serviks), Siha (sel kanker uterus), serta T47D dan MCF7 (sel
kanker payudara) dengan nilai IC50 berkisar 20 – 41 µg/ml. Artinya,
propolis dosis 20 – 41 µg/ml dapat menghambat aktivitas 50% sel kanker
dalam kultur.
Itu sejalan dengan penelitian dr Woro
Pratiwi MKes SpPD, dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK
UGM). Propolis yang diberikan selama 1 bulan memiliki efek antikanker
dalam organisme hidup. Itu ditunjukkan dengan menurunnya jumlah nodul
atau tonjolan tumor dan menurunnya aktivitas proliferasi – penggandaan –
sel tumor kelenjar payudara pada mencit. Namun, efeknya masih lebih
rendah dibanding pada mencit yang diberi obat kanker standar,
doksorubisin. ‘Sehingga, perlu dikaji penggunaan propolis dengan obat
antikanker terstandar untuk memberikan efek terapi optimal dan efek
samping minimal,’ ujar Woro.
Polifenol
dan flavonoid, sebagian senyawa yang terkandung dalam propolis,
kemungkinan berperan menghambat proliferasi sel kanker. Menurut Dr Edy
Meiyanto dari Fakultas Farmasi UGM, flavonoid biasanya mempunyai
struktur khas yang mampu menghambat protein kinase yang digunakan untuk
proliferasi sel. Jika protein kinase ini dihambat, proses fisiologi sel
pun terhambat sehingga sel melakukan apoptosis alias membuat program
bunuh diri.
‘Senyawa golongan flavonoid dan polifenol
yang ada dalam propolis juga memiliki efek antioksidan dan
antitrombositopenia,’ kata Prof Dr Mustofa MKes Apt dari Bagian
Farmakologi & Toksikologi FK UGM. Penelitian tim FK UGM menunjukkan
sediaan propolis yang diuji mampu mencegah penurunan trombosit pada
mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei – salah satu parasit penyebab
malaria pada mamalia selain manusia. Dosis optimal 5 ml/kg bobot badan
juga mampu meningkatkan jumlah eritrosit hingga 37% setelah 8 hari
pemberian.
Terbukti Aman
Khasiat lain propolis yang sudah
dibuktikan lewat riset yaitu efek antimikrobanya. Uji yang dilakukan Eko
pada 2007 menunjukkan propolis mampu membunuh 26 isolat
bakteriStaphylococcus aureus penyebab infeksi pada kulit dan saluran
pernapasan serta Escherichia coli penginfeksi saluran pencernaan.
Propolis dosis 10% dan 20% mampu membunuh seluruh sampel kedua jenis
bakteri.
Penelitian serupa oleh Dr Jessie Pamudji
di Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung membuktikan efek
antibakteri propolis terhadap S. aureus dan Propionibacterium acnes –
biang jerawat. ‘Itu karena propolis mengandung senyawa yang bersifat
antimikroba yaitu flavon pinocembrin, flavonol galangin, dan asam
kafeat,’ ujar Jessie.
Yang terpenting, riset membuktikan
propolis aman meski dikonsumsi dalam jangka panjang. Menurut Dra Mulyati
Sarto, MSi dari LPT UGM, toksisitas propolis sangat rendah. ‘Mencit
yang diberi propolis tiap hari selama 1 bulan dengan dosis normal,
fungsi dan kondisi organ tubuhnya tetap bagus, tidak bermasalah,’
ujarnya.
Dosis normal yang dimaksud setara 1
sendok makan propolis dilarutkan dalam 50 ml air untuk konsumsi manusia.
Propolis baru menyebabkan kematian separuh jumlah hewan uji pada dosis
di atas 10.000 mg/kg bobot badan. Jika dikonversikan ke orang berbobot
60 kg, dosis itu setara konsumsi 0,6 kg propolis setiap hari. Artinya,
keampuhan dan keamanan propolis telah terbukti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar